Senin, 05 November 2007

mensyukuri dan menikmati keterbatasan...


14.43
Kamis, 13 Syawal 1428 H / 24 Oktober 2007 M

Seringkali datang komentar-komentar seputar kecedalanku dalam mengucapkan dua huruf abjad ‘R’ dan ‘T’ yang kurang jelas. Waktu kecil dulu, mungkin aku mengabaikannya dan tidak terlalu memikirkan hal tersebut, karena kupikir anak kecil pasti memang akan sulit mengucapkannya.

Namun, dugaanku itu meleset... karena seiring perjalanan usiaku yang kian bertambah, ternyata tidak ada perubahan dalam pengucapan itu. Dulu aku selalu disarankan oleh temanku untuk bangun setiap pagi dan melafalkannya begitu selesai shalat Subuh, dan rupanya tidak ada perubahan yang berarti. Akhirnya selang beberapa waktu, aku dan teman-temanku menyadari ‘memang aku tidak bisa mengucapkan huruf-huruf itu dengan jelas karena lidahku bentuknya lebih pendek dari mereka.’

Dengan hal itu pulalah, maka aku sempat tidak dibolehkan untuk siaran di radio karena kekuranganku tadi. Aku sempat sedih, apakah di mata manusia hanya diperhitungkan dari fisiknya saja dan bukan dari sisi lain yang merupakan kelebihannya. Tapi tak apalah... memang orang yang berprofesi seperti itu atau yang sejenisnya, setidaknya memang harus jelas pengucapannya agar bisa dipahami oleh orang lain. Sempat aku dulu ingin sekali ikut lomba puisi karena aku suka membuat puisi, tapi sekali lagi terkendala oleh hal tadi.

Tapi aku sempat menjadi finalis lomba menyanyi tingkat SLTP di kabupaten-ku (waktu itu aku belum memakai pakaian takwa seperti sekarang).
Ya... lama-lama aku mulai menikmati hal ini bahkan sangat begitu bersyukur sekali atas segala anugerah-Nya yang begitu besar dan berlimpah yang ada pada diri.

Terkadang dengan lidah – kita mudah menyakiti orang lain. Maka bukan berarti orang yang tidak bisa berbicara adalah merupakan kekurangan baginya, justru ia hanya menyimpan kata-katanya di dalam hati dan tidak sempat menyakiti orang lain. Bukankah meski mereka tidak bisa berbicara, Allah justru menjaga lidah mereka dari ketidak baikkan. Sungguh Allah SWT menciptakan segala sesuatu bukan tanpa maksud, melainkan agar kita terus mengambil hikmah yang begitu berlimpah di sekeliling kita – sebagai pelajaran hidup ke depan agar lebih baik lagi. Pun dengan hal yang seperti ini...

“No body’s perfect” kata sebuah ungkapan.
Dan setiap kekurangan ada kelebihan, pun sebaliknya...

Jadi mengapa tidak kita nikmati saja dan mencoba memahami orang-orang yang ada di sekitar kita dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. Bukankah dengan itu jadi saling melengkapi dan menjadikan dunia berwarna-warni?

Dengan segala keterbatasan bukan berarti dunia akan musnah. Dengan segala keterbatasan bukan berarti kita akan disingkirkan... karena Allah-lah yang selalu di dekat kita dan dengan segala kelapangan-Nya, Allah tidak pernah meninggalkan kita seperti halnya kita (manusia) yang mudah berubah-ubah. Allah berlari ketika kita berjalan... mungkin selama ini kitalah yang justru menjauhkan diri dari-Nya, yang tanpa kita sadari Allah pun semakin jauh dari kita. Semoga dengan segala keterbatasan, atas kelebihan dan kekurangan yang Allah berikan... tidak membuat diri kita menjadi menutup diri untuk berkarya.
Kita nikmati saja semua itu sebagai bagian hidup yang membuat hidup kita memang begitu spesial dan tidak ada yang menyamai atau sama persis seperti diri kita... dan Allah memberikan banyak hikmah agar kita selalu bersyukur dalam hal sekecil apapun, tiada berkeluh kesah sehingga semua begitu indah untuk kita rasakan. Bukankah akan sia-sia saja, jika kita hanya meratapi itu semua sebagai makna ketidakadilan? Allah SWT begitu Maha Adil dan tidak akan membiarkan diri kita tidak tercukupi dalam segala hal... Wallahu ‘alam bisshawab.

pentingnya berbahasa...

15.02 – Senin, 24 Syawal 1428 H / 5 November 2007 M

Berbahasa...
Saya pernah memberikan tema ini untuk teman-teman saya. Waktu itu ada beberapa yang menanggapinya via SMS ke saya (bisa dilihat pada posting blog saya di bulan Juli 2007 M).

Dan sekarang saya ingin menulisnya, bukan menyiarkannya dalam program acara saya, hehe...
Berbahasa... apalagi bila kita bisa menguasai bahasa asing sebagai beberapa bentuk komunikasi kita, tentu sangat bermanfaat sekali. Dan juga karena memang kondisi di dunia yang sudah sangat cepat, sehingga bahasa asing sangat diperlukan – bahkan banyak yang sudah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan apalagi pada dunia kerja.
Wilayah kota Balikpapan, sebagai kota minyak – masyarakatnya juga telah berpacu dengan bahasa asing, karena di wilayah ini banyak berdiri perusahaan-perusahaan asing terutama yang berkaitan dengan minyak sebagai produksi utama.

Tidak di bagian ini saja bahasa asing menjadi penting, namun di dalam dunia dakwah pun... para ulama juga tidak mau ketinggalan untuk menguasai bahasa. Karena bukan tidak mungkin akan mengundang tokoh-tokoh besar dari luar negeri untuk membagikan ilmunya pada masyarakat.
Di daerah Yogyakarta, kita bisa temui hampir semua tukang becak bisa berbahasa asing – karena memang daerah Yogyakarta mempunyai wilayah wisata yang cukup banyak untuk dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun asing. Hal ini memberi semangat pada masyarakat di sana untuk bisa menguasai bahasa asing, karena selain sebagai penunjang juga sebagai penambah ilmu dan pengalaman pada mereka.

Lantas sejauh mana bahasa ini diperlukan?
Tentu saja dalam kehidupan sehari-hari sudah mulai diterapkan, dan bukan berarti mengesampingkan bahasa sendiri baik bahasa persatuan maupun bahasa daerah. Karena bahasa-bahasa ini adalah termasuk kekayaan negeri yang tidak dijumpai di negara bagian manapun (karena di Indonesia terdapat + 400 bahasa daerah).
Bagi saya, bahasa menjadi pengantar segala ilmu – dan dengan bahasa pula, kita mengetahui kebudayaan serta bangsa-bangsa di seluruh dunia, yang awalnya tidak kita pahami akhirnya bisa kita pahami. Pertanyaan yang mulanya ‘apa’ – ‘bagaimana’ – ‘mengapa’ – akhirnya menjadi jawaban yang bisa diterjemahkan untuk kita.
Subhanallah...

Allah SWT berfirman :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS. Al-Hujuraat : 13).

Jadi... semoga tidak malas untuk belajar apapun, termasuk bahasa ini. Dengan banyak bahasa yang bisa kita pelajari, semoga menjadi manfaat bagi yang lain dan juga bisa bermanfaat bagi diri kita sendiri (mengajarkannya, menggunakannya saat berada di negara lain atau saat bekerja di perusahaan asing) dan masih banyak manfaat lainnya – tergantung dari kebutuhan tiap personal.

Sukses untuk semuanya...

pentingnya pendidikan...

12.58 – Selasa, 18 Syawal 1428 H / 30 Oktober 2007 M

Begitu pentingnya pendidikan bagi saya, dan juga bagi kita semua...
Meski saya bukan lulusan perguruan tinggi, namun saya selalu berusaha agar bisa belajar apapun dari sekitar saya. Ya, bukankah pernah Rasulullah SAW bersabda – carilah ilmu walau hingga ke negeri China – tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat dan sabda Rasulullah SAW lainnya yang berkaitan dengan ilmu...

Lantas seorang teman pernah mengajukan pertanyaan, untuk apa sih terus belajar dan menuntut ilmu? Apakah untuk mencari pekerjaan yang lebih baik? Atau untuk apa...?
Apalagi ketika masih di desa, saya dulu sering mendengarkan kata-kata dari keluarga... wanita menuntut ilmu tinggi-tinggi untuk apa, toh akhirnya juga akan ke dapur juga dan menjadi ibu rumah tangga.
Terkadang saya sedih akan pemahaman yang begitu sempit mengenai mencari ilmu ini, apalagi orang tua saya juga berpendapat demikian. Namun, saya tidak mau menyerah – meskipun dengan hasil kerja saya yang pas-pasan dan mungkin lebih banyak kurangnya – selalu saya anggarkan untuk membeli buku-buku motivasi Islami dan buku-buku Islam atau lainnya yang bisa menambah pemahaman dan pengetahuan saya.
Sedari kecil ayah (angkat) saya selalu berusaha agar saya rajin membaca dan berusaha menyediakan perpustakaan untuk saya. Saya harus bisa menyelesaikan bacaan, mulai dari sejarah, dongeng, hikayat, hingga yang bertema-tema berat dan semuanya ada di kolong tempat tidur saya – penuh dan tidak terhitung jumlahnya karena ada ratusan lebih. Ada yang hilang terpinjam dan juga berdebu, karena waktu itu tidak ada lemari khusus untuk menyimpan buku-buku tersebut.

Selama kurun waktu yang tidak sedikit, saya masih mengandalkan buku-buku untuk saya pelajari – tetapi begitu mengenal komputer dan internet, saya mulai bisa lebih luas lagi menambah pengetahuan – alhamdulillah, semoga informasi teknologi selalu bisa dipergunakan dengan baik.

Lantas beberapa waktu lalu, seorang teman memberikan kabar gembira untuk beasiswa pendidikan, subhanallah... semoga demikian, dan mereka semuanya mendapatkan rizki yang lebih lagi dari Allah SWT, karena saya tiada dapat berbalas. Meski usia sudah kian bertambah, semoga tidak hilang semangat untuk terus belajar... InsyaAllah.
Selama ini untuk menunjang pengetahuan dan juga agar otak saya tidak mandeg, saya memberikan kursus privat untuk anak-anak SD hingga SMP dalam beberapa bidang mata pelajaran, tetapi khususnya adalah Bahasa Inggris dasar pada mereka.
Alhamdulillah, beberapa waktu ini bertambah banyak dan dibuat kelas oleh teman saya (anak-anak di kampung). Kami tak memungut biaya dari mereka, asalkan mereka mau belajar dan tidak malas menuntut ilmu – hal tersebut sudah merupakan kebahagiaan tersendiri bagi kami terhadap pembentukan generasi ke depan yang cinta ilmu dengan tetap memberikan pengetahuan agama yang penting bagi mereka. Bahkan kami setiap hari sholat Isya’ berjama’ah, kebetulan jadwal mengajar untuk mereka adalah jam 19.00 – 21.00 WITA – hal tersebut tidak lain adalah karena kesibukan kami, juga karena mereka sendiri pulang sekolah di sore hari.
Namun terkadang orang tua mereka memaksa kami untuk menerima hadiah dari mereka, terkadang berbentuk uang dan juga hal lainnya. Dan hal itu oleh teman saya dibelikan keperluan les, seperti alat-alat tulis dan lainnya yang berkaitan dengan les. Dan mereka sangat semangat sekali dan merasa betah (bahkan ada yang tidak mau pulang). Jika ada nilai mereka yang bagus mereka mendapatkan hadiah untuk penyemangat belajar mereka.

Ya, suatu waktu... di masa yang akan datang, semoga akan ada pendidikan yang lebih baik bagi mereka – lebih dari sekedar pengajaran yang kami berikan sekarang ini. Pendidikan dari kecil kepada mereka akan membentuk hal yang baik ketika mereka telah dewasa nanti, dan semoga hal ini selalu kita terapkan dalam diri kita.

Belajar tidak harus di bangku sekolah atau kuliah saja, bukan? Dimanapun, kapanpun dan dengan siapapun kita selalu belajar. Tentang sekitar kita, dalam kehidupan kita yang kita jalani... semuanya sekali lagi, mengandung hikmah dan pelajaran tiada henti.
Jadi, ayo kita teruskan perjuangan dalam pendidikan... tak boleh putus asa atau putus semangat.
Untuk beribadah pun kita juga memerlukan ilmu, untuk berkomunikasi dengan orang lain pun kita perlukan ilmunya, dalam hal sekecil apapun itu... kita perlukan ilmunya dan semoga juga bisa membaginya dengan yang lain... InsyaAllah.

Minggu, 04 November 2007

tentang memahami...


12.38 WITA - Senin, 24 Syawal 1428 H / November 2007 M

Dalam sebuah diskusi dengan seorang teman, tentang murid-murid privat kami yang hampir setiap hari bertemu – ternyata ada bagian-bagian yang sedikit terlupakan oleh saya tentang arti ‘memahami.’

Saat itu ada dua murid dan mereka adalah satu teman di kelas, di sebuah sekolah dasar di kota kami. Mereka bertanya hampir semua pertanyaan untuk tugas-tugas yang saya berikan. Entah waktu itu bagaimana... karena saya juga harus membagi waktu dengan murid yang lainnya atau karena sudah agak kecewa dengan pertanyaan-pertanyaan mereka yang semestinya mereka bisa mencari jawabannya di buku paket yang mereka miliki.
Saya sedikit marah waktu itu, namun tidak sampai membuat mereka ngambek oleh emosi saya, karena bagaimanapun saya mencoba menahan hal tersebut meski memang terlihat sukar untuk dilakukan.

Sepulangnya murid-murid kami, saya mengajak berdiskusi teman saya, hingga akhirnya saya mengetahui keadaan sebenarnya tentang mereka...

Salah satu murid tadi, rupanya mempunyai riwayat pendidikan di sekolahnya dengan ‘dibantu’ orang tua dan gurunya untuk bisa naik kelas. Di saat seharusnya belum paham pelajaran dan masih harus duduk di bangku kelas 2 (dua) sekolah dasar, ia dinaikkan. Begitu pula saat kelas 3 (tiga) ia masih juga belum paham pelajaran, kembali dinaikkan di kelas 4 (empat) – dimana adalah kelasnya sekarang di sekolah. Kemudian di rumahnya, saat ia tidak mendapatkan nilai yang bagus – ia sering dimarahi orang tuanya dan dipukuli kepalanya. Dan dia memang terlihat agak pendiam. Saya merasa bersalah dan ingin berbicara dengannya di lain waktu. Saya tidak bisa tidur karena sikap saya dan sikap murid tadi, alhamdulillah di lain hari pertemuan kami – kami sudah akrab kembali dan bisa saling merespon.

Saya menjadi sangat bersyukur, saat dulu ayah (angkat) saya tak pernah sampai demikian sikapnya jika kami anak-anaknya mendapatkan nilai yang buruk. Alhamdulillah, nilai-nilai saya selalu meraih peringkat di kelas. Dan yang saya sesalkan adalah pola orang tua-orang tua sekarang yang ingin anak-anaknya cepat pandai, tanpa mereka susah payah lagi. Bagi mereka belajar adalah di sekolah, sedangkan mereka hanya bertugas mendidik saja di rumah. Keinginan para orang tua ini sungguh membuat saya sedih sekali, mengapa mereka tidak memberikan kesempatan anak-anaknya untuk belajar memahami. Yang penting mereka hanya belajar saja, ditambah saat ini di sekolah, anak-anak dikejar kurikulum yang entah mereka pahami atau tidak.

Pelajaran yang dulu saat saya masih sekolah di SMP, sekarang sudah diberikan di SD. Demikian pula pelajaran yang dulunya saya rasakan di SMK, sekarang sudah diajarkan di SMP.

Saya sangat bangga dan bahagia dengan ayah ibu (angkat) saya yang seorang guru, mereka benar-benar mendidik generasi-generasinya agar memahami dengan mudah apa yang mereka ajarkan, bukan karena mengejar gaji yang tinggi atau asal saja memberikan pelajaran (yang penting disampaikan saja...). Masalah murid mengerti atau tidak, itu urusan murid-murid sendiri...

Mengapa peran guru dan pendidik menjadi banyak berubah?
Memang tidak kesemuanya demikian, namun dalam garis besar – banyak sekali yang demikian.

Saat saya masih duduk di bangku SMK pun, hal demikian saya rasakan cukup menyedihkan hati. Bukankah orang tua kami membayar uang sekolah dengan pengeluaran yang tidak sedikit, sedangkan guru sangat jarang datang ke kelas, hanya memberi tugas ‘kerjakan dan selesaikan!’ tidak diberi penjelasan apa-apa – sehingga nilai-nilai kami saat itu sungguh-sungguh memprihatinkan bagi kami dan kelas lainnya. Ditambah banyaknya siswa tidak mampu, yang mungkin saja tidak mempunyai buku-buku pelajaran paket yang harganya cukup tinggi. Jika buku-buku Lembar Kerja Siswa (LKS), memang diharuskan membeli oleh sekolah biarpun kami tak punya uang untuk membelinya – jika tidak terkadang ada ancaman nilai-nilai kami akan rendah. Jadi saat ini kita tidak bisa menyalahkan anak-anak, karena nilai-nilai di raport tidak semuanya murni.
Saya dulu paling sering dimusuhi teman-teman karena tidak mau memberi jawaban saat ujian atau tidak mengikuti jejak mereka untuk menyontek. Malah jika nilai saya jelek, mereka malah menyalahkan saya karena tidak mau menyontek, walah...!

Dari sejak SD dulu, saya tidak mau memberikan jawaban untuk teman, tetapi jika saya diminta untuk memberikan cara penyelesaiannya atau menunjukkan buku untuk dibaca, saya baru mau...
Kalau kita langsung memberikan jawaban kepada mereka, bukankah malah membudayakan menyontek dan membuat mereka tidak mau berpikir atau tidak mencoba menyelesaikannya melalui petunjuk yang sudah ada? Lagian, nilai murni sungguh-sungguh merupakan nilai yang tidak bisa digambarkan kebahagiaannya...

Kemana perginya guru-guru kami?

Berbeda sekali dengan yang saya rasakan saat masih duduk di bangku SMP di kota kelahiran saya. Saya adalah siswa yang suka memprovokasi untuk mendatangkan guru ke kelas bersama beberapa teman atau memanggil guru yang seharusnya mengajar pada jam tersebut di ruang guru (walaupun banyak teman-teman yang protes pada saya dan saya tak banyak mendapatkan teman karena ini, hehe...).
Namun bedanya – di SMP dulu, banyak guru yang rajin datang mengajar dan memudahkan kami untuk menerima pelajaran, sehingga kami selalu dekat dengan mereka. Dan sedikit jumlah mereka yang suka ‘membolos’ mengajar...
Yang kami sukai adalah mereka rajin mengulang pelajaran, jika banyak di antara kami yang tidak memahami. Dan mereka selalu tersenyum... subhanallah, rasanya saya ingin mengulang kembali masa-masa tersebut.

Lantas saya juga pernah mendengar berita tentang mahasiswa-mahasiswa di Jepang, yang suka berdemo (bukan demo untuk menurunkan pemimpin atau demo masak, lho...) tapi mereka berdemo untuk protes kepada dosen-dosen mereka akibat tidak diberikan kuliah.
Sedangkan di tempat kita, jika tidak ada dosen atau guru di kelas – lebih memilih untuk bersorak-sorai... sesuatu yang sungguh mungkin membuat kita sedih dan miris (atau malah ikut senang...?).

Untuk bapak dan ibu guruku di manapun berada...
Marilah mendidik dengan pemahaman, bukan karena mengejar kurikulum atau harta memenuhi kantong kita. Betapa penting artinya bagi murid untuk bisa memahami... bukankah jika posisi kita seperti mereka, mungkin kita akan merasakan hal-hal yang sama. Allah SWT. sudah memberikan janji-Nya kepada kita, jadi tak usah pedulikan hal lain yang menghalangi ibadah kita kepada-Nya...
Tak boleh pula merasa malas, hanya karena mungkin murid-murid membuat kita merasa il-feel – sebab bisa jadi kitalah yang membuat mereka bersikap demikian...

Untuk ayah dan ibu...
Marilah memberikan yang terbaik untuk putra-putri, jangan biarkan pemukulan terjadi dalam keluarga kita. Bagaimanapun mereka sudah belajar dengan sebaik mungkin, cobalah pahami pelajaran-pelajaran sekarang ini yang ada di sekolah mereka. Kita bisa membantu mereka untuk belajar di rumah, tapi dengan kesabaran yang tiada batas – jangan sampai mereka malah jauh dengan orang tuanya hanya karena perkara kecil. Sedikit saja mereka dimarahi, mereka akan merasakan bahwa orang tuanya tidak mencintainya...
Biarkan saja, jika mereka memang masih tinggal kelas, tak perlu gengsi atau terlalu memaksanya – karena itu yang terbaik untuk mereka agar memahami dunia pembelajaran mereka sendiri. Dengan membantu mereka penuh kesabaran, nikmatnya sangat luar biasa dan tidak bisa tergambarkan oleh hati. InsyaAllah, mereka akan setahap demi setahap memahaminya... tak perlu dipaksa untuk menjadi juara kelas, asalkan mereka sudah ada peningkatan walaupun sedikit, sudah merupakan ‘selangkah lebih maju.’ Sama ketika dulu kita belajar sewaktu masih saat sekolah, pasti merasakan pula apa yang mereka rasakan (meski memang sedikit berbeda).
Bukankah lebih baik sedikit dan bisa memahami daripada dipaksa sedemikian banyak tapi tak memahami sama sekali, kasihan mereka jika nantinya malah tidak mengerti apa-apa. Dan akibatnya malah jauh ketinggalan dari teman-temannya yang lain dalam pelajaran, karena ketidakpahaman.
(saya rasa – banyak sekali buku-buku islami atau informasi tentang motivasi, memahami, dan parenting yang bisa kita baca untuk menambah wawasan. InsyaAllah menjadikan kita semua lebih mudah lagi memahami. Tidak hanya dengan anak-anak saja, tapi juga dengan remaja dan orang dewasa lainnya).

Salam terindah saya untuk murid-murid dimanapun...
(saya juga murid, lho... di sekolah kehidupan)
Ayo belajar dengan giat dan tiada kemalasan. Semua tidak diraih dengan cara instant. Perhatikanlah saat orang tua dan guru mendidik kita, sehingga tidak ada yang terlewatkan apa yang dijelaskan oleh mereka... rajin-rajinlah membaca dan menulis. Kalau suka fotocopy apa saja catatan dari teman, yang kita yang terlewat mencatatnya – tentu tak akan mudah mempelajarinya.
Karena dengan aktivitas menulis, kita bisa langsung membaca dan mengingatnya dengan mudah.
Saya yakin semua pasti bisa...

Ganbatte kudasai !!