Minggu, 15 Juli 2007

Dakwah kita (1) & Dakwah kita (2)

Dakwah kita...(I)
20 Rajab 1427 H / 14 Agustus 2006 M

Apa pendapat kita tentang ukhuwah?
Mungkin gambaran yang indah atau justru tempat untuk berselisih?
Banyak dari kita yang belajar arti ilmu Allah, lantas bagaimana seharusnya sikap yang harus dijalankan atas pengetahuan tersebut?

Suatu ketika di dalam sebuah masjid, di bulan Ramadhan, menjelang berbuka puasa. Begitu banyak ta’jil yang tersedia bagi pengunjung yang ingin berbuka disana. Yang pasti semua sudah duduk rapi mengambil bagiannya dan beberapa menit lagi adzan Maghrib akan berkumandang. Dari tempat muslimah, tampak duduk seorang wanita tidak berjilbab yang menjauh dari para muslimah lain yang berjilbab (tentu jumlah ini lebih banyak). Tak ada sapaan untuknya, tak ada teman yang mengajaknya bicara dan tak ada pula yang memperhatikannya dari para muslimah berjilbab yang ada disana. Ia merasa takut dan gelisah. Seolah-olah ingin lari dan berkata ini bukan wilayah yang sebenarnya untuknya.
Apa yang dapat kita isyaratkan dari peristiwa ini?

Lantas di lain waktu, di masjid yang sama. Seorang muslimah tidak berjilbab, bermaksud menunaikan kewajibannya, sholat tepat waktu. Baru melangkah untuk melepas sepatu, seorang petugas keamanan berkata yang tidak baim dan mengusirnya, bahwa yang boleh sholat di sana adalah muslimah yang berjilbab saja. Terjadi selisih pendapat di antara mereka, dan wanita itu mengatakan bahwa ini rumah Allah yang muslim dan muslimah manapun boleh kesana. Tetapi petugas keamanan tadi tetap tak menghiraukannya dan mengatakan ini adalah bagian dari tugasnya.
Apalagi yang mampu kita isyaratkan atas peristiwa ini?

Seorang teman datang berkunjung ke tempat lingkungan temannya, yang bekerja di dalam masjid yang sama. Dan sekali lagi, ia tidak berjilbab. Begitu ia pergi, seorang ibu-ibu yang berjilbab mendatangi temannya di masjid tersebut dengan mengatakan, “Di sini sudah jelas hanya untuk yang berjilbab. Jangan biarkan kita diinjak-injak oleh mereka yang seperti itu!.” Ibu itu berkata di depan banyak orang, yang kesemuanya muslimah, dengan suara keras dan membuka pintu tanpa salam. Ibu tersebut juga pemilik sebuah Yayasan Islam di masjid tersebut.
Sekali lagi, gambaran apa yang ada di benak kita atas ini?

Seorang teman membawa saudaranya yang tidak berjilbab ke acara pernikahan temannya. Meski telah dikenalkan, namun sedikit sekali yang menyambutnya dengan senyum apalagi uluran tangan dari para tamu muslimah yang hadir. Begitu selesai dan pulang, saudara teman yang tdak berjilbab itu menangis, “Seharusnya orang Islam itu baik dan mengamalkan apa yang sudah Rasulullah ajarkan kepada kita, kalau seperti itu caranya, aku tidak mau berjilbab!.”
Ternyata sesuatu yang kecil dan dianggap sepele oleh kita semua, namun berdampak sangat luar biasa sekali...
Dan ini adalah beberapa kisah yang dapat dikemukakan untuk para pendakwah sejati.
Mengapa?
Karena ada letak kekeliruan yang kecil namun besar, yang ternyata tidak disadari.
Ada, tetapi sebagian kecil saja.

Bagaimana mungkin orang yang awam tentang Islam ingin berhijrah dengan benar, bila perilaku untuk memberikan yang terbaik justru malah terbalik? Dengan gencar menyerukan kebenaran, namun menabur kedustaan, atau sebenarnya kita salah mengartikan pengetahuan, sehingga untuk melakukan yang ringan menjadi sulit dan memberatkan kita? Senyum, salam, sapa, sopan dan santun. Jajaran 5S yang terabaikan dari kita, dan banyak sekali hal ini terjadi tanpa disadari. Kita begitu keras terhadap orang-orang yang ingin belajar, yang mungkin telah mendapat hidayah dan ingin memperbaiki diri, sehingga akibat akhirnya adalah tak ada yang mau mempelajari Islam.
Seringkali para pendakwah menganggap diri sudah benar, padahal kita hanya menyampaikan dan hanya Allah Yang Maha Benar. Seringkali kita menyakiti hati orang lain, padahal justru mereka ingin belajar dengan baik dan telah mendapat hidayah dari Allah. Haruskah kita kesampingkan?
Apakah ini dakwah kita...?
Sesama saudara muslim, kita wajib bersikap lemah lembut, bahkan Rasulullah Saw telah mencontohkan kepada kita bagaimana kita harus bersikap terhadap saudara dan juga orang kafir. Kita hanya tinggal memoles mereka dengan lebih baik lagi, sehingga bisa menjadi ikhwan dan akhwat penerus dakwah Nabi SAW dalam menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini.
Sikap yang salah, justru telah makin menjauhkan yang telah jauh.
Mengapa kita menjadi egois dan merasa paling bijak? Padahal sesungguhnya kita telah berbuat tidak adil terhadap saudara kita. Kita merasa enggan berbagi pengetahuan dengan yang awa, kita merasa tidak seperti mereka yang tidak paham, sehingga tidak mau bergaul dengan mereka.
Sama juga seperti yang kita rasakan dulu, yang mungkin di usia dewasa baru menemukan jati diri yang sesungguhnya akan kehidupan ini – jika kita mendapatkan perlakuan yang seperti itu, kita pun juga akan sakit hati, kan?
Mengapa kepahaman kita akan pengetahuan Allah disalahgunakan dan tidak diamalkan dengan baik?
Sayang sekali waktu dan tenaga kita yang terbuang, bila kelemahlembutan tidak ditampakkan bagi orang-orang yang ingin mempelajari Islam.
Dan satu kisah terakhir, seorang teman yang dulunya begitu keras dan sangat idealis sekali, namun sekarang malah jauh dari kegiatan pengajian dan hal ini tentu amat disayangkan. Selain karena ia mendapatkan suami yang tidak terlalu sholeh, ia pun juga mendapatkan opsi, bahwa suaminya tidak akan ikut dengan pengajian yang dia ikuti. Sedari awal, teman-temannya pun juga telah mengingatkan agar bisa mencari yang terbaik, namun karena ingin lekas-lekas berkeluarga, maka ia memilih sembarang saja, yang penting membangun keluarga. Sesuatu yang sungguh di luar dugaan teman-temannya, karena ia adalah seorang aktivis yang idealis dan aktif sekali dalam dakwah.
Semoga menjadi ibroh bagi kita semuanya, InsyaAllah...
Masih banyak fakta-fakta lain berbicara selain beberapa kisah-kisah yang sudah tertulis tadi, masih sajakah seperti ini dakwah kita? Dan sayangnya ini selalu terjadi untuk mereka yang merasa telah menjadi pendakwah sejati. Semoga tulisan ini benar-benar bisa kita jadikan pelajaran yang sangat berharga atas dakwah kita selama ini dan dapat mengubah cara berdakwah kita yang keras menjadi lemah lembut, utamanya terhadap saudara-saudara kita yang belum paham akan agamanya sendiri.
InsyaAllah...


Dakwah kita...(II)
Senin, 17 Jumadil Akhir 1428 H / 2 Juli 2007 M

Pernah liat, kampus esxtravagansa atau mama mia, atau yang sudah lama banget seperti Indonesia Idol or Bintang AFI?
Pufffh...bejibun deh acara-acara kayak gitu, jadi sering diadaian en bermunculan do beberapa media (baik mulai dari media massa hingga media elektronik, hmmm...apalagi), lalu waktu kita kebuang cuman buat liat itu doang?
Duh, capek deh!
Kita jadi pencuri waktu dan maunya ingin dikenal dengan cepat, tapi kadang juga gak nyadar kalo dilupakan dengan cepat pula. Nah, ini nih tugas kita yang udah ikut pengajian or tarbiyah...
Saya jadi ingat cerita dari teman (Mbak Ambar) tentang kisah mahasiswinya yang memakai sepatu hak tinggi banget, ternyata mau untuk diajak ikut pengajian (apa hubungannya ya...?), ya maksudnya, orang yang gaul seperti itu kalau pelan-pelan InsyaAllah bisa kita ajak, kan...?
Tahukah kita, terkadang kita tidak menyadari...
Keharusan kita adalah memberi cinta pada semuanya. Namun kita sibuk dengan kelompok-kelompok kita yang udah dari sananya (sejak lama, eh...) yang ikut pengajian, yang udah berjilbab, yang udah berjenggot dan ber-koko ria, tapi kita melupakan mereka-mereka yang masih jauh lebih banyak dan belum paham tentang agama sendiri.
Kita sibuk mencela mereka, kita sibuk menyalahkan mereka, dan kita malah sibuk menjauhkan diri dari mereka akhirnya... Coba deh buat acara-acara yang tempatnya di masjid, pasti yang akan datang, ya itu-itu aja kan?
Lalu akan kita kemanakan mereka yang semakin jauh dari masjid itu?
Bukankah kita juga bertanggung jawab atas hal itu?
Tidaklah dakwah itu dengan ceramah aja, kan? Tapi banyak media dan metode yang bisa kita pakai untuk mendekati, mengajak dan mengarahkan mereka. Mereka pasti juga rindu di dalam hati kecilnya, berjalan bersama di indahnya jalan dakwah ini? Bagi-bagi dong keindahannya...
Banyak faktor utamanya dari diri mereka sendiri yang masih ingin bebas (belum mau membuka diri untuk agamanya, nih...), tapi juga bisa ari kita-kita yang udah pengajian ini, lho...
Kita gak pernah senyum ke mereka, memandang sinis mereka, dan juga kita selalu menghindari mereka...
Iya kan? Lha, gimana mereka mo dapat hidayah, kitanya aja pada kasih tampang galak gini...
Tapi emang gak semuanya... hanya sebagian besar aja, hehe...
Dan juga kita beritahu ke mereka, tak perlu jadi bintang instant...Belajar agama dan mengaji pun malah dapat nilai tinggi dari sekedar jadi bintang instant itu. Jadi, kapan nih kita adain acara yang fun supaya mereka bisa ikut dan mau mempelajari agamanya? Kita berjalan bersama dan masuk surga bersama saudara-saudara kita itu, InsyaAllah...Yuk...!

Ini nih yang bisa sobat muslim simak dari buku berjudul Romantika Yusuf, karya Amru Khalid, hal. 188 – 191, saya tulis lengkap buat semua, apalagi yang belum baca en punya buku ini...
Moga-moga gak bikin BETE, InsyaAllah...

Pintu kebaikan selalu terbuka :
Itulah pintu dakwah. Pelopor sebuah tradisi yang baik akan mendapatkan balasan amalnya ditambah dengan pahala orang yang mengikutinya hingga hari kiamat. Tdakkah Anda sudi menunjukkan kebajikan kepada seseorang? Setiap kebajikan yang dilakukannya hingga kiamat akan menjadi timbangan amal kebaikan Anda juga.
Setiap sholat yang dilakukannya dan ibadah yang ditunaikannya akan dimasukkkan ke dalam tabungan amal shalih Anda. Bukankah orang lain yang Anda dakwahi itu kelak akan mendakwahi pemuda-pemuda dan orang lainnya? Semua kebaikan orang yang mendapatkan hidayah (melalui perantaraan dakwah Anda) akan mengalir menjadi pahala Anda. Mata rantai itu akan terus bersambung hingga hari kiamat.
Betapa melimpahnya pahala itu hingga Anda pun kaget, “Ya Allah, rasanya aku tak pernah mengerjakan amal sebanyak itu.”
Sebenarnya, Anda pernah menunjukkan kebaikan kepada seseorang dan oleh karena itu, carilah orang yang mampu mempengaruhi orang lain, bimbinglah ia menuju Allah SWT. InsyaAllah akan datang setelah itu orang-orang yang mengikutinya.

Dakwah adalah harapan Islam :
Dilihat dari sisi pahalanya yang begitu besar, dakwah adalah tumpuan harapan Islam. Islam tidak akan tampil memimpin dengan pedang, senjata dan perang. Islam hanya akan jaya dengan apa yang telah Rasulullah rintis. Dia dahulu seorang diri di muka bumi kemudian mencari pendamping. Mulailah ia mendakwahi Abu Bakar ra. Mereka berdua eksis dan teguh di tengah-tengah masyarakat kafir ketika itu. Bagaimana dengan Anda? Bukankah satu seperempat milyar penduduk bumi ini sudah beridentitas muslim?
Abu Bakar masuk Islam dan berhasil merekrut tujuh orang lainnya. Dari tujuh orang bertambah menjadi tujuh puluh orang. Enam penduduk Madinah mendatangi Nabi SAW. Mereka berjanji, “Tahun depan kami akan kembali.”
Mereka pun kembali tahun berikutnya sebanyak dua belas orang.s atu tahun setelah itu jumlah mereka mencapai tujuh puluh tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Nabi pun menyuruh mreka kembali, “Pulanglah dan aku akan menemui kalian tahun depan.”
Pada tahun yang dijanjikan itu, Nabi berhijrah dan t ak satu rumah pun yang tersisa kecuali seluruh penghuninya telah memeluk Islam. Permasalahannya mudah dan sederhana. Ajak dan gugahlah orang di samping Anda. Jika ke-Islam-an kita memang benar-benar lurus dan berdayaguna, selesailah permasalahan.
(Read of : QS. Ar-Ra’d (13) : 11, QS. An-Nur (24) : 55).

Sedikitnya ilmu jangan menghalangi Anda :
Mungkin ada yang berdalih, “Aku tidak bisa mendakwahi orang lain karena pengetahuan aku sangat minim.”
Bagaimana menjawab pernyataan seperti itu?
Katakan kepadanya sabda Nabi SAW, “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat. Ceritakan kisah dari Bani Israil tanpa ragu-ragu. Barangsiapa berdusta dengan mengatasnamakanku maka bersiaplah mendapatkan tempat di neraka.” (HR. Tirmidzi dari Ibnu Umar No. 2593. Lihat : Shahih Al-Jami’ No. 2837).
Walau hanya memahami satu ayat, sampaikan hal itu kepada orang lain. Walau mendapatkan ilmu dari khutbah Jum’at, sampaikan pula kepada orang lain. Jika menghadiri pengajian majelis taklim, datangilah sanak saudara lalu ceritakan apa yang Anda dapatkan dari pengajian itu.
Imam Ahmad Ibn Hanbal berkata, “Orang yang mengetahui suatu permasalahan, ia dianggap pakar di bidang itu.”

Sanggahan :
Kaum muda mungkin mengajukan keberatan lain, “Aku belun lama memakai jilbab dan masih banyak dosa yang menghalangiku untuk mendakwahi teman-teman putriku.”
Sekali lagi, jangan jadikan dosa Anda sebagai penghalang untuk berdakwah.
(Read of : QS. Al-Baqarah (2) : 44).
Yang dilarang oleh ayat dalam Qur’an Surat Al-Baqarah tersebut adalah melupakan diri sendiri. Akan tetapi kapan waktunya berdakwah menjadi haram? Yaitu ketika Anda menyuruh orang lain berbuat kebaikan sementara Anda tidak berusaha mengerjakannya.
Sebagai contoh, seseorang belum bisa ghaddul bashar ( menundukkan pandangan) dan ia melihat orang lain tidak menundukkan pandangannya. Apakah harus melarangnya atau tidak? Tentu saja harus melarangnya. Katakan kepada orang itu, “Hai Fulan, tundukkan pandanganmu,” dan katakan pada diri Anda, “Ya Allah, saksikanlah, mulai detik ini aku akan menjaga pandanganku.”
Berdakwah sesungguhnya membantu Anda memperbaiki diri.
Andalah yang lebih dahulu mengambil manfaat darinya. Oleh karena, jika ingin memperbaharui iman, berdakwalah!
Setahap demi setahap keimanan itu akan kembali terbaharui. Imam Ibnu Taimiyah berkata, ‘Jangan sekali-kali kalian berkata, ‘Aku tidak akan berdakwah sampai keimananku betul-betul sempurna.” Sesungguhnya orang seperti itu dihadapkan kepada dua pilihan.
Bisa jadi suatu hari nanti ia akan mengatakan “imanku telah sempurna’; ketahuilah bahwa dengan berkata seperti itu, sesungguhnya, ia telah; atau ia akan menemui ajalnya sementara imannya belum juga sempurna.’ Bagaimana solusinya? Berdakwalah dengan keimanan Anda apa adanya. Menyebarkan Islam adalah tanggung jawab kita semua.

Tidak ada komentar: