Saking sibuknya, kita-pun juga mulai sedikit demi sedikit menjadi jarang untuk mengunjungi saudara kita, teman-teman kita, ataupun orang-orang yang kita kenal lainnya. Mungkin kalaupun sempat, itu pun juga pas lebaran atau karena ada suatu keperluan saja. Sedangkan hari-hari biasa, tentu kesibukan amat menyita waktu kita...
Silaturahim... salah satu kata yang mudah terucap, namun cukup sulit untuk dilakukan. Kan ada telepon, ada e-mail, ada post dan lain-lain yang merupakan alat untuk berkomunikasi, itu alasan kita...
Padahal tanpa kita sadari, betapa banyak hati merindu... telepon hanya mendengar suara saja. Tetapi pertemuan adalah lebih bermakna dari sekedar telepon. Begitupun juga alat berkomunikasi yang lainnya.
Ada keluarga jauh yang merindukan kita untuk segera bertemu, ada teman-teman lama kita yang telah kita tinggalkan di kampung halaman, ada suara dan gelak tawa dari sahabat kita, yang tidak bisa tergantikan dengan hanya melalui alat komunikasi.
Ya...semua itu memang memudahkan kita untuk berkomunikasi, tetapi alangkah lebih baik jika kita berkunjung untuk menanyakan kabar, membawa oleh-oleh yang meski hanya sederhana saja, melihat wajah-wajah yang telah lama tidak bersua...
Hmm...rindu sekali...
Ittaquullaha washilu arhamakum – bertaqwallah kepada Allah dan bersilaturrahimlah.
Dan jangan sampai kita terlambat untuk berilaturrahim. Karena kita tidak memahami, sejauh mana usia kita. Ketika waktu masih sempat untuk kita gunakan, maka semoga dapat kita gunakan dengan baik.
Dan sangat tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, jika kita memutus tali silaturahim. Jangka waktu yang diberikan kepada kita hanya cukup tiga hari saja untuk saling tidak berkomunikasi apabila ada perselisihan – setelah itu, maka kita harus bisa menyambung kembali tali yang telah putus sementara.
Yang menyapa dan memberi salam terlebih dahulu, adalah lebih utama dalam hal ini.
Jadi siapa nih yang masih berselisih...?
Semoga tidak lagi, dan dapat menikmati indahnya ukhuwah kita ini. InsyaAllah...
Bila kita kehilangan cinta...
Kehilangan cinta sama dengan kita kehilangan hampir separuh dari kehidupan kita. Jika kita tidak punya cinta, akan sulit mengekspresikan keinginan, harapan dan juga sesuatu yang bisa kita berikan pada orang lain. Jika cinta tidak hadir, kita tidak akan menjadi orang yang seperti sekarang.
Mengapa? Orang tua mempunyai cinta, kesabaran dalam mendidik dan membimbing kita hingga kita menjadi besar seperti sekarang ini. Kemudian kita mempunyai saudara-saudara yang menyokong dari belakang atas segala semangat yang ada yang membantu kita untuk berdiri.
Bagaimana bila kita kehilangan cinta yang lain? Cinta pada makhluk-Nya atau pada Allah?
Jika ditolak atau tidak diterima, tidak usah takut dan cemas...karena Allah SWT masih mencintai kita semua. Saat kita berpaling dengan mencintai yang lain dalam keadaan semu, cinta Allah selalu hadir tanpa pernah berkurang sedikitpun.
Bahkan Allah senantiasa menanti kehadiran kita untuk menghadap-Nya, bersujud dan berdo’a kepada-Nya.
Bagaimana jika cinta kita tidak bisa ber-bentuk? Berarti kitalah sebenarnya yang tidak mengetuk hati kita untuk mencintai.
Hal itu fitrah bagi kita, tetapi bagaimana kemudian mengemudikannya agar sesuai dengan jalan yang sudah ditetapkan-Nya? Karena itulah kita harus terus belajar untuk mencintai-Nya dan dari sana terbentuk cinta kepada makhluk-Nya karena mengharap ridlo-Nya semata.
Masih bingung dengan urusan cinta? Tanya saja dengan hati kita sendiri? Dan juga pada yang ahli...agar cinta kita tidak salah kaprah dan berjalan di jalan yang tidak diridloi-Nya.
Jangan-jangan kita telah banyak melupakan Allah, sehingga cinta itu tidak hadir dan hinggap untuk memberikannya pada yang lainnya.
Dari cinta itu, jika kita ingin mengetahui...di sana, terlahir ukhuwah yang tiada habisnya. Terlahir generasi-generasi yang penuh didikan cinta yang berjalan di indahnya jalan cinta menuju-Nya.
Jadi, mengapa masih suka marah tanpa sebab? Mengapa masih suka mengeluh dengan urusan yang remeh temeh? Mengapa mempersoalkan sesuatu yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cinta damai?
Tak perlu berdebat panjang karena perbedaan, bukan? Perbedaan itu adalah menyatukan kita seharusnya. Kita lihat banyak perbedaan, namun mereka saling melengkapi. Ada darat dengan lautan, ada bumi dengan langit, ada pasangan-pasangan berbeda yang bersatu disana.
Masihkah belum hadir juga cinta itu dengan melihat bukti kebesaran cinta-Nya?
Jika demikian, selamat mencari hingga dapat. Jika sudah dapat, berikan cinta itu kepada yang berhak menerimanya dengan cara yang ihsan.
Tetapi cinta hakiki, tetap adalah cinta pada Illahi Rabbi – cinta yang abadi...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar