KARENA KAMU TELAH DEWASA
2 Jumadil Awal 1427 H / 30 Mei 2006 M
Ketika kamu harus mengasuh dan merawat adikmu yang masih kecil,
saat ayah ibu tak ada di rumah
kamu tak mengeluh...
dan selalu berbuat yang terbaik untuk adikmu.
karena ada amanah, tanggung jawab yang diemban dari ayah ibumu,
dan... karena kamu telah dewasa.
kemudian adikmu tumbuh meremaja
dan dia telah mampu terdidik dengan baik,
berkat kerjasama ayah, ibu dan kamu.
dia menjadi orang yang arif
dan juga bisa membawa diri
ke jalan yang diridhoi-Nya,
serta mencari ilmu dalam menggapai cita-citanya.
kemudian saatnya kamu menentukan
kehidupan yang baru dan mandiri,
menjadi orang yang mampu menapaki,
perjalanan penuh liku dengan terus berjuang di jalan-Nya.
meski rintangan besar menghadang dari sekitarmu dan lingkunganmu
tapi kamu tahu jalan yang benar penuh kebaikan.
hanya untuk terus mendapat cinta-Nya,
dan karena kamu memang telah dewasa...
Sahabat yang dicintai Allah...
Setiap perikehidupan kita, selalu memberikan pelajaran yang berharga. Ketika kesusahan melanda, bagaimana dengan bijaksana kita mampu mengatasinya. Dewasa tidaklah terukur oleh banyaknya usia kita, tapi dari ilmu yang kita tempa hari demi hari, waktu demi waktu, dan bagaimana cara kita membuatnya menjadi tindakan yang sangat cantik dalam bertingkah laku.
Dan bila saat ini, sahabat masih saja mencari hal-hal yang tak berguna, maka segera carilah jalan yang terbaik bagi keseluruhan kebaikan yang ada pada dirimu.
Karena kamu telah dewasa...
EMPAT HAL YANG SULIT DILAKUKAN
“Sesungguhnya, amal perbuatan yang paling sulit dilakukan ada empat macam. Pertama, memberi maaf ketika sedang marah. Kedua, dermawan ketika kita sendiri sangat membutuhkan. Ketiga, menjaga kehormatan diri di saat sedang sendiri. Dan keempat, berkata benar kepada orang yang ditakuti (pemimpin) atau orang yang diharapkan (bantuannya).”
(Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anha)
Petikan Qobasat – Tarbawi, Edisi 143 th. 8 / Dzulqo’idah 1427 H / 23 November 2006 M.
SURGA DI BALIK ENAM HAL
“Barangsiapa bisa menghimpun enam pengetahuan, maka tidak sulit baginya mencari surga dan menjauhi neraka. Pertama, mengenali Allah kemudian mentaati-Nya. Kedua, mengenali syetan kemudian menentangnya. Ketiga, mengetahui akhirat kemudian mengharapkannya. Keempat, mengenali dunia kemudian menjauhinya. Kelima, mengenali kebenaran kemudian mengikutinya. Dan keenam, mengenali kebathilan kemudian menjauhinya.”
(Ali bin Abi Thalib radiyallahu ‘anha)
Petikan Qobasat – Tarbawi, Edisi 147 th. 8 / Dzulhijjah 1427 H / 18 Januari 2007 M.
DINGIN DALAM HATI
Enam manusia terperangkap dalam suatu kebetulan, dalam udara dingin yang menusuk, masing-masing memiliki sepotong kayu atau begitulah katanya.
Api unggunnya perlu diberikan kayu lagi, orang yang pertama mengeraskan hatinya, karena di antara wajah-wajah yang mengelilingi api itu, ia lihat satu orang berkulit hitam.
Orang berikutnya melihat seseorang yang bukan dari sukunya, dan ia tidak rela memberikan kayunya.
Yang ketiga duduk dengan pakaian compang-camping, ia tutup jaketnya rapat-rapat, kenapa ia harus mengorbankan kayunya demi menghangatkan orang kaya?
Yang kaya duduk diam membayangkan kekayaan yang dimilikinya, dan bagaimana caranya mempertahankan miliknya dari orang miskin pemalas itu.
Wajah orang berkulit hitam itu mencerminkan hasrat untuk menuntut balas (sementara apinya mati), karena yang ia lihat pada kayunya adalah peluang untuk menuntut balas terhadap orang berkulit putih.
Orang terakhir dalam kelompok yang malang ini tidak mau berbuat apa-apa kecuali ada untungnya, memberi hanya pada mereka yang memberi lebih dahulu, adalah prinsipnya.
Kayu-kayu mereka, yang mereka pegang erat-erat dalam tangan kaku mereka, membuktikan atas segala keangkuhan dan perbedaan, mereka bukan mati akibat udara dingin di luar – mereka mati karena dingin dalam hati.
Buku “The 7 Habits of Highly Effective Teen” by Sean Covey, 2003 (dengan sedikit perubahan).
DENGARKANLAH
Kalau aku minta kamu dengarkan,
dan kamu malah menasihati aku,
kamu tidak memberikan apa yang kuminta.
Kalau aku minta kamu dengarkan,
dan kamu malah mengatakan mengapa aku seharusnya tidak merasa seperti itu,
kamu menginjak-injak perasaanku.
Kalau aku minta kamu dengarkan,
dan kamu malah merasa punya sesuatu untuk mengatasi masalahku,
walaupun tampaknya aneh, kamu sungguh mengecewakan aku.
Dengarlah! Yang kuminta hanya agar kamu mendengarkan.
Jangan berbicara atau berbuat – dengarkan saja...
Buku “The 7 Habits of Highly Effective Teen” by Sean Covey, 2003.
BEACH IN THE MORNING
2004
When the sky is blue
And the air is clean
I always feel that the world is beautiful
There isn’t pollution
And the sun always cooled shine in the morning
The trees have many kinds of colour
And I always up in here… in the beach, in the morning
The sea never angry until the sunset
And I always up in here… in the beach, in the morning
Oh Allah…
Life is nice
I want to say ‘Thank you Allah’
And I want all of people not cry anymore
All of people in the world… in every side
And over there
They won’t fight anymore, always forever…
INDAHNYA HIDUP TANPA TELEVISI
25 Dzulhijjah 1427 H / 15 Januari 2007 M
Tak dapat disangkal bahwa pengaruh televisi jauh lebih besar daripada media lainnya. Ia juga memberikan tayangan audio-visual tidak seperti media yang lain.
Sebagian orang tua bahkan tak peduli acara apa yang ditonton oleh anaknya. Sepanjang si anak tidak bertanya atau bercerita, umumnya orang tua merasa apa pun yang disuguhkan televisi sebagai “teman” anaknya selama mereka tidak berada di rumah, maka tak perlu dipermasalahkan.
Namun ada juga sebagian orang tua lagi, merasa resah dan kesal. Banyak tayangan televisi yang tidak mendidik yang hanya berisi kekerasan, pornografi dan kebebasan lainnya. Hal tersebut menimbulkan jiwa kriminal dan kebebasan pada diri si anak. Betapa banyak kasus yang terjadi di kalangan anak-anak menyangkut kekerasan dan pornografi yang ditayangkan di media televisi.
Permasalahannya, pasti ada yang pro dan ada yang kontra. Meski yang lain minta distop penayangan programnya, tetapi yang lain tidak mau acara tersebut dihilangkan.
Kalaupun bisa dihitung, maka program yang mendidik sangat minim sekali jumlahnya.
Lantas bagaimana seharusnya? Menjual atau mempertahankan televisi Anda?
Muhsin Suny M., memberikan beberapa alternatif dalam bukunya yang berjudul “Musuh Berwajah Ramah” dengan beberapa penambahan dan pengurangan :
Ÿ Memberikan teladan positif kepada anak-anak kita, dengan cara yang bijak secara perlahan sejak ia masih kecil.
Ÿ Membuat jadwal menonton televisi. Bisa berupa berita atau hiburan untuk anak. Agar ia berwawasan terhadap apa yang terjadi di lingkungannya dan terhibur ketika ia telah selesai mengerjakan tugas-tugasnya.
Ÿ Bila orang tua bukan pekerja di luar rumah, maka hal tersebut akan sangat membantu sang anak agar terjauh dari dampak negatif televisi. Bisa mengajak ia belajar dan bermain yang bisa mengasah kecerdasannya dalam bentuk permainan. Namun bila orang tua sebagai pekerja di luar rumah, adalah lebih baik Anda kehilangan beberapa rupiah untuk menitipkan anak Anda di Play Group Islami atau tempat penitipan balita yang sekarang sudah banyak berkembang (biasanya terdapat di playgroup juga). Hal tersebut lebih baik daripada Anda kehilangan moral dan intelektual anak Anda akibat keseringan menonton televisi. Anak-anak cepat sekali menyerap informasi dan menghapalnya.
Ÿ Mengubah perilaku anak dengan : bermain, yes! Nontojn TV, no!
Ÿ Meletakkan televisi pada posisi yang tidak nyaman.
Misal, dengan meletakkan televisi di ruang tamu, maka akan membuat para anggota keluarga yang akan menonton mengalami ketidaknyamanan, seyogyanya juga televisi dibuatkan tempat khusus yang bisa ditutup dan dikunci oleh orang tua, dan upayakan juga agar posisi televisi tidak bisa dijangkau oleh anak-anak.
Ÿ Jadikan menonton televisi sebagai jadwal harian Anda yang tidak mengikat.
Artinya boleh jadi saat itu jadwal melihat berita, akan tetapi karena ada kepentingan lain yang lebih positif, maka kita harus rela meninggalkan televisi.
Untuk anak-anak, bisa saja sebagai hadiah atas kerja kerasnya dalam mengerjakan tugas sekolah atau tugas rumah, namun harus disesuaikan pada jam program untuk anak-anak. Yang penting, dampingi anak ketika menonton televisi. Sehingga jika ada hal-hal yang tidak baik, kita bisa dengan mudah mengganti ke channel yang lain.
Ÿ Cari kegiatan lain. Bisa berupa olahraga atau rekreasi bersama keluarga ke tempat yang bisa menyegarkan otak dan beban kita. Atau mengalihkan dengan cara menekuni hobi lama kita yang tidak pernah tersentuh lagi. Dan bisa saja mengembangkan hobi tersebut menjadi usaha, why not?
Televisi bukanlah kebutuhan utama bukan? Ibaratnya, jika kita tidak menontonnya, kita pun juga tidak akan mati atau menjadi kurus karena kekurangan gizi televisi.
Menjauhi televisi bisa dilakukan dengan bertahap. Bila kita menginginkan berita, kita bisa membaca koran atau majalah misalnya. Apalagi buku-buku Islami sekarang ini sedang berkembang pesat di Indonesia dan sangat mudah mendapatkannya.
Mungkin terlupakan oleh kita, bahwa orang-orang yang tinggal di daerah golongan menengah ke bawah, mungkin juga tidak mempunyai televisi. Padahal kalau bisa dibilang, dunia sudah sangat sedemikian modern. Namun dengan hal itu, mereka hidup rukun, damai dan selalu bekerja untuk memenuhi kebutuhan setiap harinya.
Mereka juga banyak mengajarkan akan arti hidup yang sebenarnya.
Bahwa kita harus beribadah, bekerja sedaya mampu kita, saling bekerjasama dan mensyukuri akan segala apa yang ada. Mereka telah memiliki ilmu syukur dan ikhlas. Mereka telah memiliki ilmu sabar dan tawadhu. Dan mereka juga tidak mengenal putus asa...
Alangkah indahnya hidup tanpa televisi. Namun hal ini bukan berarti karena televisi saja.
Ini hanya tertulis untuk memberikan alternatif terhadap tayangan-tayangan televisi yang sudah kian merajalela dengan aneka hiburan yang tidak mendidiknya.
Mari turut memberikan yang terbaik untuk masa depan anak-anak kita...
AIR
Riak-riak air itu
Berkelana menuju tempat yang paling rendah
Begitulah iramanya
Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah
Ia menyirami dedaunan yang kering
Ia pelepas dahaga yang gersang
Ia menyegarkan seluruh sendi kehidupan
Tanpanya jua, maka makhluk manapun tak akan bertahan
Ia mendamaikan jiwa-jiwa yang terlena
Agar kembali menghadap-Nya
Ketika gema adzan mulai menjelma
YAHUDI YANG TAK PUNYA CINTA
6 Muharram 1428 H / 25 Januari 2007 M
Entah apa yang ada di benak mereka
Mungkin mereka tidak merasa
Bagaimana kehilangan ayah bunda dan sanak saudara
Mungkin mereka tidak pernah merasa kehilangan sahabat
Dan mereka tidak pernah mempunyai cinta
Bahkan sekedar untuk mencicipi atau merasakannya
Satu-persatu peluru menyerbu
Mengenai tubuh yang kemudian membisu
Tubuh yang lemah dan tidak mempunyai senjata selain batu
Ia melempar sejauh ia mampu
Pernahkah terpikir oleh mereka
Jika yang bersimbah darah itu adalah adik-adik mereka
Merasakan bagaimana diri mereka sendiri bisa tumbuh menjadi dewasa
Dan merasakan udara gratis semaunya
Tidakkah sadar di atas penguasa ada yang lebih Kuasa?
Ataukah tidak sadar, hidup adalah hanya sementara
Tentu saja tidak!
Karena mereka tak punya cinta
Tidak mengetahui ada cinta di dunia
Dan tidak bisa memberi orang lain apa itu cinta
Namun, perjuangan sang tubuh tanpa senjata
Membawa dirinya menuju cinta para syuhada
Cita-cita yang dicintai dan dirindukan
Sebagai tempat kematian yang agung dan tertinggi
INDAHNYA ALAM
6 Muharram 1428 H / 25 Januari 2007 M
Pernahkah kawan...
Merasakan kesejukan embun pagi
Tetesan embun itu memberi warna pelangi pada dedaunan
Serta pada kelopak-kelopak bunga yang berseri
Ia menyegarkan suasana yang sebelumnya redup
Dan ia mencerahkan hati yang sebelumnya gulana
Pernahkah kawan...
Engkau melihat turunnya rintik hujan
Ia menetes ke bumi seperti mahkota raja
Melegakan tanah yang gersang sebelumnya
Membasahi rindu yang lama tak kunjung menjumpai
Rindu pada musim yang berganti
Rindu pada perubahan yang berarti
Pernahkah kawan...
Engkau mencoba mencari
Kupu-kupu yang terbang kian kemari
Menghisap madu pada tiap kuntum bunga
Dan memberi warna pada sekitarnya
Indahnya menjalin cinta semesta
Semua berpadu menghinggapi nurani
Yang sebelumnya kelam
Menjadikan ia berseri kembali
Mengharukan jiwa dalam nada dan iramanya
Menyatu menjadi warna-warna dunia
SELAMAT MENUNGGU...
17.50, Selasa – Rabiul Awal 1428 H / 27 Maret 2007 M
Apa yang ada di dalam benak kita jika melihat adanya kemunkaran yang merajalela?
Apa yang akan terjadi jika kita hanya saling menunggu yang lain untuk bertindak lebih dulu?
Apa yang ada dalam benak kita ketika melihat kecelakaan terjadi di samping kita?
Apa yang akan terjadi jika kita hanya saling menunggu yang lain untuk saling bertindak lebih dulu?
Saya menjadi bingung dengan hl tersebut, jika kita ‘saling menunggu’...
Mungkinkah semua selesai dengan saling menunggu?
Ibaratnya, saat kita mengantar ibu pergi ke pasar, agar kita tidak jemu pun, kita juga ikut membantu berbelanja. Atau melakukan aktivitas lainnya, agar waktu tidak terbuang begitu saja. Dan intinya tidak menunggu dengan kebosanan.
Maka adalah sesuatu yang sungguh menyedihkan, jika kita hanya bisa menunggu atau saling menunggu.
Bagaimana Islam akan bisa ditegakkan jika hanya berdiam diri dengan menunggu? Sementara banyak yang harus kita lakukan untuk membantu mereka yang tidak paham tentang agamanya sendiri, dan sementara masih banyak tugas dakwah yang menanti.
Apakah cukup dengan menunggu?
Ibarat lain pula, kita juga punya banyak cita-cita dan mimpi, tetapi merealisasikannya? Apakah hanya dengan menunggu? Menunggu mempunyai ha-hal yang mendukung itu dulu, baru bertindak kemudian. Hanya berdiam diri tanpa bergerak – tidak belajar, tidak berusaha, tidak memperbaiki dan tidak maju ke depan?
Bagaimana jika hal-hal yang mendukung itu tidak bisa teraih, sesiapa yang tahu bahwa nanti malam atau esok hari kita tidak bisa bangun pagi? Hanya Allah yang mengetahui rahasia tersebut...
Apakah hanya bisa dengan menunggu untuk melakukan sesuatu yang berarti, pada sekitar kita?
Atau ingin segera melakukan yang seharusnya kita lakukan – agar segera pula tersampaikan apapun yang kita cita-citakan pada sekitar kita?
Jawabannya ada pada diri kita sendiri, bukan...?
Jika kita statis, maka tunggulah kehancuran di sekitar kita atau diri kita sendiri.
Jika kita dinamis, maka bersiaplah dengan tantangan berikutnya.
Siapa takut dengan tantangan? Tidak perlu ada yang ditakuti di dunia, wahai saudaraku...
Takutlah hanya kepada Allah SWT... takut jika Allah tidak mengampuni segala dosa dan kesalahan kita.
Takut jika Allah tidak berkenan atas segala perbuatan kita selama di dunia.
Maka daripada menunggu, marilah lekas bergerak menuju perubahan...menuju peradaban yang benar-benar hanya untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi.
Allahu Akbar!!!
Tetapi jika kita tidak bergerak segera, tunggulah dan selamat menunggu...
Kehancuran-kehancuran yang sebenarnya telah kita buat sendiri... berkenankah kita akan hal itu?
Semoga kita tidak menjadi ‘sebagai’ seorang yang hanya bisa menunggu...
BELAJAR DI SETIAP WAKTU
19 Muharram 1428 H / 7 Februari 2007 M
Pengalaman adalah guru yang mengajarkan tentang kehidupan yang mata pelajarannya tidak terdapat di bangku sekolah. Di waktu kemarin hingga kemarin-kemarinnya lagi, adalah pembelajaran yang berharga yang tidak boleh disia-siakan.
Bukan untuk mengenang, namun untuk digunakan di masa depan bahwa hari kemarin dan di waktu-waktu yang telah terlewati itu, semua mengandung pelajaran.
Entah sekitar atau dari diri sendiri. Semua terakumulasi menjadi satu sebagai mata kuliah di waktu sekarang ini.
Bila pengalaman buruk kemudian dijadikan sebagai penggugatan terhadap Allah, maka hal tersebut adalah salah. Allah begitu Maha Adil. Setiap peristiwa mengandung hikmah yang tersirat yang justru mungkin dengan kejadian-kejadian buruk tersebut, kita adalah insan-insan terpilih. Yang mana orang lain tidak mendapatkan tentang pelajaran itu.
Dan bukan berarti orang lain tidak mengalaminya, semua mengalami, hanya skalanya yang berbeda. Ada yang ringan, ada yang berat dan ada yang begitu membuat hati menjadi hancur berkeping-keping karenanya.
Kesabaran dan keikhlasan...adalah kata-kata yang mudah terucapkan, namun mungkin begitu sulit untuk dilakukan. Namun dengan banyaknya pembelajaran, maka semua itu dapat dijalani dengan mudah tanpa berkeluh kesah.
Kesempurnaan hanya milik Allah, sedang kita hanya berusaha mengarah menjadi lebih baik, terbaik dan paling baik di hadapan-Nya.
Di sekitar kita, alam yang terbentang luas, memberikan pelajaran yang berharga pula. Semesta membantu kita, mengajak bersyukur akan segala penciptaan-Nya Yang Maha Indah dengan segala kekuasaan-Nya.
Alam berpadu berjuta warna memberi pembelajaran akan cinta pada semua. Dan tidak akan ada yang tidak dikasihi-Nya. Baik yang buruk maupun yang baik, semua balasan hanya di akhirat nantilah yang menentukan.
ADA YANG PEDULI...
20 Muharram 1428 H / 8 Februari 2007 M
Remaja peduli, pintar dan mandiri
Giat berprestasi, kupersembahkan untuk Illahi
Bersatu berjihad, dalam dakwah Islam
Di atas panji Al-Qur’an dan As-Sunnah
(Remaja Peduli – Edcoustic)
Pasti sahabat pernah mendengar salah satu nasyid yang dibawakan oleh Edcoustic di atas.
Remaja, selain peduli pada sesama – pada sekitarnya, ternyata ia juga harus pintar dan mandiri. Berprestasi dalam segala bidang dimana ilmu-ilmu yang didapat, mampu memberi manfaat bagi sesama dan tentunya demi mengharap ridlo dari Illahi.
Kalau remaja mungkin masih bingung dengan sikapnya yang musti ngapain, sebenarnya setiap orang bukan remaja saja, telah diberi karunia yang sama pada dirinya.
Ada kelebihan dan ada kekurangan – walaupun berbeda, namun semua tidak untuk digunakan pada hal-hal yang sia-sia.
Jika bisa, maka sudah seharusnya kita turut berperan serta membangun masyarakat yang cinta pada sesama, yang cinta pada segala bentuk kebaikan dan yang cinta kepada semua hanya karena Allah.
Tidak mudah memang.
Apalagi kehidupan modern begitu amat membangga-banggakan harta benda, fisik dan kecintaan pada duniawi. Namun menjadi remaja peduli, setidaknya dan semoga, bisa merubah keadaan meski sedikit. Semua perlu disyukuri dengan cinta.
Bahkan Nabi mengatakan, sebaik-baik manusia adalah yang memberi banyak manfaat pada sekitarnya.
Perilaku yang dikerjakan, bisa memberi pemahaman tersendiri bagi yang melihatnya.
Dengan perilaku yang baik, maka ia tidak akan memaksa yang lain. Dengan perilaku yang baik, maka ia juga mampu memberikan banyak hal . Namun tidak boleh merasa diri paling benar, dan harus pula bersabar. Karena tak ada jalan menuju-Nya yang begitu mudah dilalui. Semua penuh dengan onak dan duri sebagai ujian pada diri.
Awal mula dari semua, adalah dengan merubah diri sendiri ke arah yang lebih baik. Lantas baru akan bisa memberikan perubahan pada sekelilingnya.
Perubahan yang baik dan sedikit demi sedikit menjadi tanaman pada hati setiapnya, hingga ia memetik hasil terbesarnya. Bahwa di sekitar telah bersama-sama berubah menjadi kehidupan yang lebih baik, ukhuwah yang indah dan penuh kedamaian.
Menjadi remaja peduli, bukan yang menghamburkan-hamburkan hartanya pada benda-benda duniawi yang tidak membawa manfaat. Namun remaja peduli, memberikan hartanya bagi kesederhanaan cinta yang dimiliki agar bisa mendapat limpahan yang berlipat-lipat dari-Nya nanti.
Jujur pada kata dan perilaku, berbakti pada ayah dan ibu. Serta mencintai, bukan karena maksud selain menuju pada-Nya.
Jadi, mengapa tidak saat ini memulai dan bahkan dari waktu-waktu yang sebelumnya ada. Agar usia muda tidak tersia-sia, agar usia muda mampu berkarya.
Remaja peduli...pasti!
TIDAK SEKEDAR KATA
Februari 2007 M
Keadaan yang sering terjadi di sekeliling kita adalah dengan banyak kata berbicara. Hampir bisa dipastikan berbicara sungguh hal yang mudah. Tetapi kemudian bertanggung jawab atas apa yang diucapkan atau melaksanakan apa yang sudah diucapkan? Akan sulit ditemui manusia yang demikian di jaman yang sekarang ini sedang berjalan. Janji-janji tinggallah janji atau hanya sekedar lewat untuk menenangkan massa dan masyarakat yang mudah dibodohi menurut mereka (aparat pemerintah, dan siapapun yang merasa tinggi kedudukan). Setelah lewat beberapa masa berlalu, ucapan itu tidak perlu direalisasikan-yang penting semua sama-sama tahu.
Kata pepatah, lidah tak bertulang. Ingin berjanji tinggal berkata saja, ingin membunuh lawan dengan kata-kata tinggal berkata saja. Kata bisa membunuh dan menciptakan permusuhan, dengan kata pula ada kedamaian yang tersampaikan. Jika kata-kata hanya digunakan sebagai alat, mungkin kita lebih suka memperhatikan orang yang tidak bisa berbicara.
Saya teringat sebuah film yang mengisahkan tentang gadis bisu, ia melihat orang tua (seorang ibu) yang sedang memarahi anak-anaknya dengan kata-kata yang kasar dan buruk. Ia memperhatikan dari jauh dan bertanya dalam hati. Mengapa orang-orang yang bisa berbicara hanya menyimpan kata-katanya yang indah di dalam hati saja? Gadis itu berjanji jika kelak ia bisa berkata-kata, maka kata-kata yang indah ingin diucapkannya setiap waktu sebagai tanda syukur atas diberikannya mulut untuk berkata-kata.
Begitulah manusia. Terkadang perilakunya mulia seperti penciptaan yang diberikan Allah kepada mereka, yang lebih mulia daripada makhluk lainnya. Tetapi kemudian mereka juga punya perilaku yang keji dan hina melebihi makhluk-makhluk lainnya yang tidak sempurna.
“...Kata ibarat pedang yang tajamnya bisa membunuh lawan,
Kata-kata yang berhikmah menyegarkan kita.
Kata madah pujangga bisa menjadi pedoman manusia,
Jagalah bahasa kata kita, jangan disalah guna...”
BERPISAH
Berpisah. Sepertinya sebuah kata yang tidak begitu mengenakkan untuk didengar oleh telinga. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa berpisah adalah merupakan hal yang baik.
Dikatakan tidak mengenakkan, karena setiap insan akan menahan kerinduan untuk bertemu dan berharap akan ada saat-saat untuk bersama lagi. Demikian pula yang meninggalkan maupun yang ditinggalkan dalam hal pergi ke perantauan.
Bagaimana berpisah menjadi hal yang menyenangkan? Setiap muslim menginginkan untuk hidup mulia atau mati syahid, maka ketika telah tulus berjuang mengharap ridlo-Nya semata, ia tak akan ragu dan bimbang dalam berpisah dengan dunia yang telah memberi banyak ilmu sebagai bekal menghadap-Nya kelak.
Berpisah. Masih sajakah ini merupakan hal yang sulit dilakukan?
Orang tua, pasti kelak ketika anak-anaknya sudah dewasa, maka perpisahan karena menghadapi kehidupan yang baru pasti akan terjadi. Bukan berarti tidak ada silaturahim, bukan?
Guru berpisah dengan muridnya karena sang murid harus melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Sang istri yang ditinggal suaminya, atau sebaliknya...
Semua pasti mengalami perpisahan. Termasuk kita semua nanti...akan berpisah dengan dunia yang fana ini. Tiada sesiapa yang paham dan mengetahui batas usia kita, kecuali Allah Azza wa Jalla.
Ya...berpisah. Kita semua akan berpisah.
Tidak mengetahui kemanakah arah kita selanjutnya. Buruk atau baikkah adanya?
Semua hasil yang baik, berasal dari penanaman yang baik. Semua hasil yang buruk, berasal dari penanaman yang buruk pula.
Jika kita yakin Allah akan membantu kita, maka kita juga harus bisa memberikan yang terbaik bagi-Nya serta berupaya sungguh-sungguh, hingga adanya perubahan yang lebih baik lagi.
Dunia hanyalah sementara, bukanlah kedudukan itu terletak pada harta, paras muka dan kedudukan, namun sekali lagi ia berwujud pada kekayaan hati yang sangat tidak bisa ditandingi oleh kekayaan apapun dengan dunia seisinya.
SULITNYA TERSENYUM
Senyuman adalah kesan pertama yang sangat indah bagi siapapun. Sebengis dan sesangar apapun wajah dan perilaku kita, ia bisa tertundukkan oleh sebentuk senyum. Dikatakan oleh Nabi SAW, senyum adalah sedekah yang paling mudah.
Dalam nasyid Raihan :
Senyumlah kita hanya kerana Allah
Itulah senyuman bersedekah
Senyum di waktu susah tanda ketabahan
Senyuman itu tanda keimanan...
Senyum terlihat seperti hal remeh yang mudah diabaikan. Padahal mudah untuk dilaksanakan. Pernahkah kita mengetahui bahwa dengan senyum, pertengkaran menjadi persaudaraan. Wajah yang cemberut menjadi berseri-seri. Namun masih banyak yang mengalahkan senyum dengan emosi.
Sebentar-sebentar marah. Sebentar-sebentar berteriak. Seolah-olah orang di sekelilingnya baik-baik saja dengan hal ini.
Dikatakan kembali oleh Nabi SAW kepada kita, tiadalah seseorang dikatakan beriman sebelum ia menentramkan tetangganya.
Benarkah kita begitu sulit untuk tersenyum?
Jika demikian pandanglah langit di sore hari, ia membiru dengan warna kesejukan. Atau pandanglah langit ketika cerah di malam hari. Maka di sana akan terbentuk senyum kita akan kebesaran Allah SWT.
Masihkah kita meremehkan senyum?
Senyum hanya diperuntukkan kepada orang-orang yang berjilbab saja, jika Anda seorang wanita muslimah. Ataukah senyuman hanya dikeluarkan dari sarangnya jika hanya bertemu dengan orang-orang yang berjanggut saja? Jika Anda seorang muslim.
Sungguh tidak demikian adanya. Nabi SAW tetap tersenyum kepada Yahudi-Yahudi yang memusuhinya, tetap bersedekah dengan senyumannya terhadap orang-orang Quraisy yang menentangnya. Dan bersabar dengan keadaan itu, dan terbukti Islam menjadi agama yang luar biasa berkembang di seluruh muka bumi ini.
Maka tersenyumlah meski dalam kepayahan. Tersenyumlah meski dalam kesakitan yang amat dalam. Dengan senyum, mampu mengurangi rasa kepedihan atau kesakitan itu dan kita bisa tulus melalui cobaan yang Allah berikan kepada kita.
Tersenyumlah...untuk hari ini saja, jika itu waktu yang masih kita punya untuk bersedekah yang paling mudah. InsyaAllah tidak sulit...
HIDUP DI JALAN CINTA
Sabtu, 9 Jumadil Awal 1428 H / 26 Mei 2007 M
Tahukah teman, bahwa jalan yang kita lalui sepanjang waktu ini adalah jalan cinta
Jalan yang menghubungkan antara engkau dan aku
Antara engkau dan yang lainnya
Antara kita dengan alam-Nya
Dan antara kita dengan cinta-Nya
Mengapa ini jalan cinta?
Lihatlah senyum tulus dari anak-anak kecil itu
Betapa riang ia menyambut hari, tiada keresahan, tiada kegelisahan
Cobalah perhatikan cara ia bermain bersama dengan kawan-kawannya
Kemudian alam tersenyum ramah di pagi hari
Memberikan titisan embun yang menyejukkan
Dan lihat!...Ada matahari yang tertutup sedikit awan putih
Lantas hujan turun dengan penuh cinta dari-Nya
Memberikan warna pada bunga-bunga dan juga kehidupan yang indah pada makhluk-Nya
Pahamkah teman, akan semua keindahan yang tercipta itu?
Jika engkau masih belum memahami, maka lihatlah dirimu sendiri sekarang ini
Sudahkah engkau tersenyum kepada setiap wajah yang terlewati itu?
Sudahkah engkau makan bersama-sama mereka di siang harinya?
Ataukah engkau memilih menyendiri dan terpaku di sana?
Wahai teman...lihatlah sekali lagi...
Kita hidup di jalan cinta
Penuh dengan kecintaan-Nya kepada kita
Ada saudara-saudara kita yang berada di sekitar kita
Ada pula saudara-saudara kita yang nun jauh di sana
Semuanya memberikan cinta
Bahkan alam raya ini pun memberikan cintanya kepada kita semua
Sudahkah engkau memahami?
Semua cinta ini, tidak lain karena begitu cintanya Sang Maha Pencipta kepada kita semua
Tiada henti dan tiada dapat terhitung kurnia-Nya yang terberi
Inilah hidup kita semua
Dimana hidup kita... berjalan di semua sisi
Penuh dengan cinta...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar